Langsung ke konten utama

Part 1. Jalan-Jalan Sekeluarga dari Bekasi ke GBK Naik MRT


Assalamualaikum sahabat rumahami. Kali ini aku akan berbagi pengalamanku beserta keluarga, jalan-jalan dari kota Bekasi ke GBK naik MRT.

Kota Bekasi itu luas. Tidak cuma Bekasi Utara, Bekasi Timur, Bekasi Selatan, dan Bekasi Barat. Ada juga kecamatan Jatiasih, Jatisampurna, dan Medan Satria. Nah, rumah kami terletak di Kecamatan Jatisampurna. 

Sedangkan GBK itu, kepanjangan dari Gelora Bung Karno.

Lalu apa itu MRT? MRT sebenarnya kepanjangan dari Moda Raya Terpadu. Adapun pengelolanya adalah PT Mass Rapid Transit Jakarta.

Seperti dilansir situs resmi MRT Jakarta, PT Mass Rapid Transit Jakarta merupakan perusahaan berbentuk badan hukum terbatas di mana kepemilikan sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Perusahaan ini berdiri pada 17 Juni 2008 dengan tujuan pengusahaan dan pembangunan sarana dan prasarana MRT, pengoperasian dan perawatan (operation and maintenance/O&M) prasarana dan sarana MRT, serta pengembangan dan pengelolaan properti/bisnis di stasiun dan kawasan sekitarnya, serta Depo dan kawasan sekitarnya (detikNews 01 Okt 2021, 14.57).


Foto1 (Foto MRT)

Selama tinggal di Bekasi dua tahun lebih, sudah tiga kali kami ke GBK. Nah, naik MRT inilah yang ketiga. Dua kali sebelumnya naik mobil.

Hari itu tanggal 30 Januari 2022. Tanggal 29 malamnya, aku dan suami menyusun rencana rute mana saja yang kami lalui. Awalnya kami berencana, untuk naik angkutan umum dari rumah, menuju stasiun Lebak Bulus. Niatnya sekalian bawa anak anak.   Ternyata rutenya jauh, sekitar 17 km dari rumah, akhirnya opsi dikembalikan ke awal. Kami ke stasiun Lebak Bulus naik mobil, lalu naik MRT dari stasiun MRT Lebak Bulus.

Mengapa kami memilih stasiun MRT Lebak Bulus? Karena ternyata dari beberapa parkir mobil terdekat ke stasiun MRT, yang buka dan tutup lebih lama di masa pandemi, ya parkir mobil Lebak Bulus ini. Namanya tinggal di Ibukota, jadi sebelum kemana-mana wajib searching dulu ya kan. Di sini kalau nyasar ga main-main. Mutarnya jauh dan tambah biaya. Poin terakhir yang paling penting, xixixi.

Foto kedua : nama pemberhentian MRT

Awalnya aku berpikir, dari parkiran mobil stasiun MRT Lebak Bulus, ke Lebak Bulus Grab itu, dekat. Ternyata harus jalan lagi sekitar lima menit. Gakpapalah jalan kaki. hitung hitung olahraga.

Oh ya disini aku jelasin nih. Nama tempat parkir kendaraan yang dekat Lebak Bulus adalah Park & ​​Ride MRT Lebak bulus. Sedangkan nama Stasiun MRT Lebak Bulus adalah, Lebak Bulus Grab. Di Park & ​​Ride MRT Lebak Bulus, hanya dikenakan biaya Rp 2.000,- untuk sepeda motor, dan Rp 5.000,- untuk mobil, foto. Tapi ingat ya, disini kendaraan tidak boleh menginap. Hanya dibuka saat jam operasional MRT dari Jam lima pagi sampai jam 10 malam.

Adapun biaya tiket naik MRT itu bervariasi. Beda-beda sesuai tempat naik atau turun kita. Kami naik dari Lebak Bulus Grab ke Istora Mandiri atau GBK, jadi per orang Rp 11.000,- kali 4, Totalnya 44rb. Pulang pergi kami total 88k.

Anak-anak senang waktu kami menunggu kedatangan MRT.   Karena jujur ​​ini pertama kali kami naik kereta api cepat. Pas kereta apinya sudah datang, saya kagum. Sudah terbayang akan menulisnya di blogku karena moda transportasi yang dikelola badan usaha daerah DKI Jakarta ini, sebersih dan serapi itu.

Foto 3. Foto bagian dalam MRT.

Sementara ini dulu tulisannya ya. Akan berlanjut di part 2 karena memang lumayan panjang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yuk Mengenal Burung Langka yang ada di TMII (note: tulisan belum selesai)

  Assalamu'alaikum sobat rumahami. kali ini aku mau mengajak kalian mengenal beberapa spesies burung langka yang ada di Indonesia. Oh ya, aku juga baru tahu kalau burung-burung ini semakin langka, setelah melihat beberapa papan penjelasan di sekitar taman burung. sebagian dari penjelasan itu akan saya posting disini ya.   Alhamdulillah kemarin kami jalan-jalan ke Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah, yang selanjutnya kita sebut TMII. Tempat ini recommended banget untuk jadi tujuan wisata edukasi anak-anak dan dewasa, karena banyak pepohonan. Serunya lagi, ada burung yang dibiarkan bebas di sana kemari, walau ada juga yang dikandangin. Oh ya, aku juga baru tahu kalau burung-burung ini semakin langka, setelah melihat beberapa papan penjelasan di sekitar taman burung. sebagian dari penjelasan itu akan saya posting disini ya. saja sebagian burung yang ada di Taman Burung TMII? Yuk kita baca pelan-pelan.   1.        1. Kakatua Hampir semua orang tahu dengan burung Kakatu

Mengunjungi Mushola Al Hasanah di Kampung Kelantan. Berwisata Ternyata Dekat.

  Alhamdulillah, pergantian tahun kali ini, kami sekeluarga berkesempatan mudik ke kampung halaman di Medan. Selama di kota Medan, kami juga mengunjungi Kampung Kelantan, desa yang terletak di kabupaten Langkat, Kecamatan Brandan Barat. Desa ini unik, karena kita harus menyeberang laut untuk sampai ke sana. Terletak di pinggir laut, sebagian besar penduduknya adalah nelayan.     Ternyata daerah dengan nama Kampung Kelantan ini, tak cuma ada di Provinsi Sumatera Utara. Daerah dengan nama sama, ada juga di Malaysia. Semisal Kelantan, dan Perlis. Tak hanya itu, masyarakatnya juga berdialek sama.   pusat tempat ini, mengingatkanku pada slogan, “Nenek Moyangku Orang Pelaut,”. Tipologi pelaut itu, tangguh. Jika air yang berombak saja dia bisa lalui, apalagi daratan yang datar, kan? Jadi jangan heran kalau nanti anak-anak yang tumbuh di sekitar laut, apapun profesinya, juga tangguh. Di Kampung Kelantan, ada sebuah musholla bernama Al Hasanah. Memulai perjalanan menuju mushol

HYPNOBIRTHING

            Tujuh tahun lalu, aku merasakan manfaat Hypnobirthing, ketika melahirkan anak pertama kami, Khalisa. Saat itu, bisa melahirkan normal adalah pilihan pertama, karena suami baru saja resign dari pekerjaannya yang lama di Makassar dan belum dapat pekerjaan baru. Saat itu perkara pindah menjadi berat bagi kami, karena dari Makassar menuju Medan. Banyak cobaan datang, termasuk , kondisi keuangan kami yang minim. Jika aku bisa melahirkan normal, kami bisa menabung. Tujuh tahun lalu biaya persalinan SC di klinik yang kami pilih, sekitar   Rp 5.000.000,-. Sementara biaya persalinan normal, Rp 1.200.000,-. Jauh kaaan?             Bersebab itu pula, akhirnya kami mencari cara bagaimana supaya peluangku semakin besar untuk bisa melahirkan normal.   Beruntung sebelumnya aku pernah membeli sebuah buku tentang Hypnobirthing. Setelah rutin mempraktekkan Hypnobirthing, kami memetik hasilnya pada 1 April 2010. Khalisa lahir melalui proses persalinan normal, dua jam dari kedatanganku ke